2008, Tahun Perkara Korupsi
Oleh Maqdir Ismail
(Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia)
Suara Karya, Rabu, 31 Desember 2008
Sepanjang tahun 2008, pemberitaan surat kabar atau televisi terhadap perkara korupsi sungguh luar biasa. Hampir dapat dikatakan tiada hari tanpa berita perkara korupsi. Perkara korupsi yang diberitakan mulai dari korupsi yang dilakukan mantan Dubes RI untuk Malaysia, perkara jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalyta Suryani. Berita perkara korupsi dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) yang melibatkan Gubernur dan para deputi Bank Indonesia (BI) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Berita tentang alih fungsi hutan dan berita suap pengadaan kapal. Ada juga dugaan "suap" dalam keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Semua berita itu mengukuhkan satu hal, pemberantasan korupsi telah dilakukan secara serius oleh penegak hukum, terutama oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Siapa pun yang diduga melakukan korupsi, akan berhadapan dengan proses hukum. Itulah misi yang bisa ditangkap, terutama yang berhubungan dengan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ketika ditanya wartawan tentang perkara Aulia Pohan sebagai besan Presiden.
Juga diperdebatkan tentang kewajiban tahanan yang ditangani KPK untuk menggunakan pakaian khusus. Juga timbul kontroversi atas dana yang diajukan KPK untuk membangun rumah tahanan sendiri. Ada yang setuju dan ada juga yang tidak. Persetujuan umumnya diberikan secara gamblang oleh Indonesian Corruption Wacth (ICW), organisasi kemasyarakatan yang bergerak dan mempunyai perhatian besar terhadap korupsi di Indonesia.
Dukungan yang patut memang layak diberikan kepada KPK, terutama dalam pelaksanaan pemberantasan korupsi. Namun, yang harus diingat, KPK adalah lembaga negara yang tidak terpisah dari pemerintah. Lembaga negara yang diberi peran khusus memberantas korupsi. Apapun yang dilakukan KPK, tentu untuk kepentingan penegakan hukum yang dilakukan pemerintah, khususnya memberantas korupsi. KPK itu bukan negara dalam negara. Kegiatan pemberantasan korupsi oleh KPK harus selalu dipandang untuk kepentingan negara, bukan untuk kepentingan KPK, bukan juga untuk kepentingan pejabat KPK.
Kegiatan pemberantasan korupsi oleh KPK harus merupakan pengejawantahan dari program pemberantasan korupsi yang dicanangkan pemerintah. Dalam arti, pemberantasan korupsi oleh KPK harus sesuai dengan skala prioritas pemberantasan korupsi yang hendak dilakukan pemerintah. Pemberantasan korupsi oleh KPK tidak boleh digantungkan pada kebutuhan jangka pendek dan kepentingan jangka pendek pemerintah, terutama dalam menghadapi pemilu legislatif dan pemilihan presiden secara langsung.
Tidak boleh ada kesan bahwa lembaga yang satu lebih hebat dari lembaga yang lainnya. Tidak boleh ada anggapan bahwa lembaga yang satu lebih berhasil dari lembaga yang lainnya. Pemberantasan korupsi itu harus dilakukan secara berkesinambungan sesuai dengan skala prioritas yang telah direncanakan oleh pemerintah. Bahwa dalam pelaksanaannya ada penyimpangan, hal itu harus dianggap lumrah, sesuai dengan kebutuhan zaman atau kebutuhan mendesak karena adanya peristiwa mendesak.***
Jumat, 10 September 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar