Kamis, 23 Oktober 2008

Usia Pensiun Hakim Agung

Usia Pensiun Hakim Agung
Oleh Maqdir Ismail
Staf Pengajar Fakultas Hukum
Universitas Al Azhar Indonesia

Selasa, 21 Oktober 2008
Keputusan hakim agung secara pasti berurusan dengan seluruh aspek kehidupan manusia modern. Mereka menyelesaikan dan memutus sengketa perdata yang bernilai "ecek-ecek" sampai bernilai tak terhingga, mengadili konglomerat atau si papa, berurusan dengan kejahatan kelas teri hingga berurusan dengan keamanan negara. Ini menunjukkan bahwa urusan yang diselesaikan dan diputuskan oleh hakim agung adalah semua urusan anak manusia, yang sudah ada maupun yang akan ada.
Oleh karena masalah yang diselesaikan hakim agung itu umumnya masalah besar yang tidak jarang berhubungan dengan masalah masa depan manusia, maka seorang hakim agung harus mempunyai pengetahuan yang luas, mempunyai sikap yang arif dan visioner.
Dengan posisi yang begitu tinggi dan selalu dianggap sebagai pembawa keadilan, maka seorang hakim agung itu seharusnya adalah manusia super. Anak manusia yang mempunyai banyak kelebihan. Selain pandai, dia harus jujur, mampu bersikap arif dan bijaksana.
Pekerjaan hakim agung itu bukan hanya pekerjaan intelektual, tetapi juga pekerjaan fisik. Mereka harus gunakan intelektualitasnya untuk memahami masalah secara baik dan juga harus mempunyai kekuatan fisik yang baik untuk dapat bertahan bekerja secara baik. Tanpa keseimbangan dan tanpa adanya kedua faktor ini, maka hakim agung tidak akan mampu bekerja secara maksimal. Mereka tidak akan mampu menyelesaikan tumpukan perkara yang bertambah menurut deret ukur sementara yang mampu diselesaikan menurut deret hitung.
Agar seorang hakim agung terpilih dapat membaktikan diri secara patut dengan waktu yang cukup, maka bukan hanya mengenai minimal usia yang harus diberikan batasan, tetapi usia maksimal yang dapat mencalonkan diri menjadi hakim agung juga harus dibatasi. Seperti batas minimal berusia 45 tahun dan batas maksimal 55 tahun.
Membicarakan usia pensiun hakim agung, maka usia pensiun yang pas adalah usia 65 tahun dan dapat diperpanjang hingga berusia 67 tahun, karena prestasi yang luar biasa seperti yang disebut dalam UU No. 5 Tahun 2004. Usia ini adalah usianya orang-orang yang sangat bijak dan cenderung melihat masa depannya sendiri karena sudah takut mati, sehingga tidak akan membuat putusan yang aneh-aneh.
Selain itu, agar mantan hakim agung mempunyai kesempatan bercengkerama sambil mengajarkan nilai-nilai baik dan luhur kepada cucunya hingga dipangil oleh Yang Maha Kuasa. Tentu kita tidak ingin mendengar cerita seperti cerita hakim uzur Turgood Marshall di Amerika, yang lebih banyak menyerahkan penyusunan pendapat kepada stafnya tanpa membaca berkas perkara, karena beliau lebih banyak menonton televisi, khususnya opera sabun. Tentu kita tidak ingin melihat banyak hakim agung dengan alat bantu dengar yang didorong dengan kursi roda setiap pagi datang ke Mahkamah Agung.***

http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=211938

Tidak ada komentar: