Perppu dan Independensi KPK
Maqdir Ismail
Staf pengajar FH Universitas Al Azhar Indonesia
Suara Karya, Kamis, 24 September 2009
Dalam khazanah perundang-undangan, salah satu bentuk perundang-undangan itu adalah peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Itu diatur dalam UU No 10 Tahun 2004. Dalam UU itu dikatakan bahwa perppu adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan presiden dalam hal-ihwal kegentingan yang memaksa.
Muatan yang ada di perppu harus sama dengan yang termuat dalam UU. Perppu harus memuat ketentuan lebih lanjut ketentuan UUD dan meliputi berbagai aspek, yaitu hak asasi manusia, hak dan kewajiban warga negara, pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara, wilayah negara dan pembagian daerah, kewarganegaraan dan kependudukan, dan keuangan negara.
Dalam kaitannya dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagaimana yang menjadi berita utama berbagai media massa dalam beberapa hari terakhir, maka telah dikeluarkan Perppu tentang Perubahan UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK. Perubahan pokoknya memberikan kewenangan kepada presiden menunjuk pelaksana tugas (plt) sementara pimpinan KPK karena terjadi kekosongan pimpinan. Dalam perppu itu ditambahkan dua pasal, yaitu pasal 33A dan 33B tentang kekosongan pimpinan, kewenangan menunjuk plt sementara, dan masa jabatan sementara.
Keluarnya perppu itu merupakan akibat logis dari ditetapkannya Antasari Azhar, Chandra M Hamzah, dan Bibit Samad Riyanto menjadi tersangka. Pasal 32 UU KPK menyatakan, presiden harus memberhentikan sementara pimpinan KPK yang telah ditetapkan menjadi tersangka. Menurut Pasal 21 UU KPK, pimpinan KPK terdiri dari lima orang anggota.
Terlepas dari ada-tidaknya motif politik jangka pendek atau jangka panjang dalam pengeluaran perppu tersebut, sebagai warga negara yang taat hukum, kita harus percaya bahwa kebijakan itu merupakan bentuk iktikad baik dari Presiden untuk mengatasi kekosongan pimpinan KPK. Pengeluaran perppu tersebut tidak perlu dicurigai sebagai konspirasi besar dalam proses pelemahan KPK. Penunjukan pelaksana tugas tidak bisa diartikan Presiden telah menempatkan orang yang dipercayanya untuk mengendalikan KPK. Penunjukan pelaksana tugas ini adalah untuk kepentingan pemberantasan korupsi. Perppu ini cukup tegas mengatur kewenangan dan masa kerja pelaksana tugas sementara pimpinan KPK.
Penerbitan perppu itu merupakan kewenangan presiden yang diatur dalam UUD 1945. Jadi, tidak perlu ditafsirkan bahwa presiden akan mengusik independensi KPK. Kesempatan bagi anggota masyarakat untuk menilai baik-buruknya perppu itu adalah ketika nanti diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka pembahasan perppu dalam bentuk pengajuan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perppu menjadi undang-undang.***
Jumat, 10 September 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar