Jumat, 10 September 2010

Abrakadabra, Antasari Jadi Tersangka

Sinar Harapan, Kamis, 19 November 2009 13:26
Abrakadabra, Antasari Jadi Tersangka

OLEH: MAQDIR ISMAIL

Dalam sulap, para pesulap yang bia­sanya membawa tas hitam dan ju­bah hitam sering meng­gunakan mantranya de­ngan kata abrakadabra.

Bah­­­kan, anak-anak tidak ja­rang sering mengucapkan kata itu ketika sedang berperan se­bagai pesulap, meskipun tidak menggunakan tas hitam dan jubah hitam.
Meskipun tidak seperti pe­sulap, karena tidak ada penjelasan pakaian apa yang dikena­kan, Rhani Juliani dalam pe­me­riksaan tanggal 15 Maret 2009 pukul 23.50, telah menyebut nama Antasari Azhar sebagai se­orang yang mempunyai ma­salah dengan almarhum Nasrudin Zulkarnaen. Kete­ra­ngan tersebut dikukuhkan oleh Endang Muhammad Hasan, orang tua Rhani Juliani, pada pemeriksaan 15 Maret 2009 pu­kul 22.00 WIB. Pada intinya me­nyatakan bahwa Nasrudin hendak mengadukan Antasari ke DPR dan Rhani akan menjadi saksinya.
Mungkin karena ada man­tra pesulap itulah maka mun­cul nama Antasari dalam pe­me­riksaan, meskipun tidak bisa diketahui siapa yang mem­ba­ca­kan mantra tersebut. Ke­te­ra­ngan kedua orang “anak-be­ra­nak” diberikan kepada pe­nyidik, tidak jelas alasannya. Se­perti dikatakan dalam BAP, “Orang tersebut diperiksa da­lam hal per­kara ‘percobaan meng­­hilang­kan nyawa orang lain atau pembunuhan yang di­rencanakan dan atau penganiayaan yang mengakibatkan ma­tinya orang’ sebagaimana dimaksud…”
Memang ketika mereka diperiksa belum jelas apa kaitannya dengan Antasari Azhar. Namun, mantra ini menjadi manjur, jika kemudian di­kait­kan dengan keterangan saksi Williardi Wizard dalam berita acara pemeriksaan (BAP) pada 2 Mei 2009. Akan menjadi jelas bahwa tujuan pemeriksaan ter­sebut berhubungan dengan per­temuan antara Antasari Azhar, Sigid Haryo Wibisono dan Williardi Wizard di rumah Sigid, untuk menghilangkan nyawa Nasrudin Zulkarnaen.
Keterangan tersebut akan se­makin jelas kalau juga di­hubungkan dengan keterangan saksi Sigid pada pemeriksaan tanggal 29 April 2009, yang pada pokoknya menyatakan bahwa “… yang mengetahuinya hanya saya, Wiliardi dan An­tasari Azhar, dan niat menghilangkan nyawa tersebut berasal dari Antasari Azhar…”
Dengan demikian, klop su­dah keterangan Rhani Juliani, Endang Muhammad Hasan, Sigid Haryo Wibisono dan Williardi Wizard, bahwa pem­bu­nuhan Nasrudin Zul­kar­naen dilakukan atas perintah atau anjuran dari Antasari Az­har. abrakadabra Antasari menjadi tersangka. Inilah man­tra yang sangat ampuh.

Kotak Pandora
Dalam keterangannya se­bagai saksi, Williardi di hadapan sidang 10 November 2009, me­nyatakan bahwa ketera­ngannya dalam BAP tentang per­temuan di rumah Sigid un­tuk melakukan pembunuhan terhadap Nasrudin, adalah tidak benar. Pengakuannya se­be­lumnya tentang rencana pem­bunuhan, dikondisikan oleh pejabat Polri, sesuai per­min­taan penyidik untuk me­nyesuaikan dengan keterangan Sigid. Selain itu, sesuai permin­taan Waka­ba­reskrim Mabes Polri Inspektur Jenderal Ha­diat­moko, yang menyatakan bah­wa yang menjadi target dari perkara pembunuhan itu adalah Antasari Azhar, sedang­kan Williardi Wizard dijanjikan hanya akan mendapat hukuman disiplin.
Keterangan ini agak sesuai de­ngan keterangan Sigid Haryo Wibisono, pada persida­ngan 5 November. Meskipun de­ngan bahasa yang agak ber­beda, Sigid menyatakan yang dibicarakan dalam pertemuan antara dirinya, Williardi dan An­tasari di rumah Sigid yang ter­letak di Jl Pati Unus No 35 Ke­bayoran Baru, Jakarta Se­latan, hanya untuk mengikuti Nasrudin, kemudian mencari perbuatan pidananya, bukan un­tuk melakukan pembu­nuhan.
Kebenaran keterangan Si­gid dan Williardi secara pasti tergantung pada sejarah yang akan memutusnya. Namun yang pasti, sesuai dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum, An­tasari mempunyai motif un­tuk melakukan pembunuhan. Motifnya adalah kemarahan ter­hadap Nasrudin, karena pa­nik setelah diancam akan di­laporkan kepada DPR dan pre­siden telah melakukan perbuatan tercela terhadap Rhani Juliani, istri sirinya.
Akibat dari keterangan Williardi di hadapan sidang ini, secara cepat Mabes Polri me­ng­adakan konferensi pers membantah keterangan Williardi, dengan menunjukkan rekaman video suasana pemeriksaan terhadap Williardi dan Antasari. Bantahan ini untuk memberi kesan kepada masyarakat bah­wa semua pemeriksaan dilaku­kan secara baik dan santun, tidak pernah ada tekanan fisik atau psikologis.
Namun, kalau dicermati secara baik, keterangan yang disampaikan oleh Mabes Polri adalah sikap reaktif pejabat Polri terhadap situasi Polri masa kini. Keterangan Williardi ini seperti membuka kotak pandora. Keterangan ini membuka keburukan penyidik. Se­gala upaya dilakukan pe­nyidik untuk mempengaruhi saksi, agar membuat keterangan se­perti yang mereka kehendaki. Ada iming-iming, bahkan tidak jarang ada ancaman dan ke­kerasan seperti yang diakui oleh para eksekutor pembu­nuhan di Pengadilan Ta­nge­rang. Ini semua menunjukkan ada yang salah dalam proses pemeriksa­an, kalau tidak mau dika­takan ada yang salah dalam tubuh Kepolisian ketika melakukan penyidikan.
Kesalahan itu akan se­ma­kin banyak terungkap, kalau setiap dokumen diteliti secara baik. Kesalahan itu akan men­dekatkan pada kesimpulan bah­wa penyusunan berkas tidak dilakukan dengan akurat dan dengan cara yang tidak la­yak. Contoh yang paling kasatmata, ada­nya pengakuan saksi Mo­hammad Agus dan Arifin di ha­d­apan sidang, bahwa pe­ru­ba­han keterangan saksi di­berikan atas permintaan pe­nyidik.
Permintaan perubahan ini dilakukan untuk menyesuai­kan dengan keterangan saksi lain. Arifin menyatakan kete­rangan yang diperbaiki dikonfirmasi terlebih dahulu kepada saksi Setyo Wahyudi. Setyo Wahyudi pun diperiksa sebagai saksi sebelas kali, termasuk penambahan dan perubahan yang berulang. Dengan demi­kian, dapat dikatakan ada ke­cenderungan untuk “menuka­ngi” berkas sehingga layak diaju­kan ke persidangan.
Dalam berkas perkara An­tasari, banyak hal yang janggal. Bukan hanya ada perbedaan antara yang memeriksa per­ka­ra dengan yang menandata­ngani BAP. Bahkan ada yang le­bih fatal lagi, karena ada berita acara yang dibuat terlebih dahulu, bila dibanding­kan dengan isi berita acara. Be-rita acara dinyatakan dibuat pada 26 April 2009, tetapi isi berita acara tersebut menyebut ke­jadian pada tanggal 29 April 2009, dan ada pula kejadian pada 4 Mei 2009. Ini bukan ha­nya aneh, tetapi ajaib.

Perbaiki Tata Cara Penyidikan
Fungsi penyidik dalam me­negakkan hukum, sangat pen­ting. Sebab dengan adanya pe­nyidikan yang dilakukan pe­nyidik, perkara menjadi jelas dan terang, dan karena itu pula tersangka dapat ditetapkan. Ini menunjukkan bahwa penyelesaian satu perkara sangat tergantung pada penyidik.
Hanya saja perlu diperhatikan soal administrasi penyidikan oleh penyidik dan penuntut umum, serta argumen ketika menetapkan seseorang menjadi tersangka atau saksi. Harus berdasarkan alasan dan argumen yang tidak terpatahkan. Tentu dengan ad­ministrasi yang tidak tercela.
Sampai dengan adanya UU No 8 Tahun 1981, memang ada upaya hukum praperadilan, tetapi upaya ini hanya terbatas pada administrasi penangkapan dan penahanan. Hukum acara kita belum menjangkau un­tuk menguji kebenaran se­cara materi alasan untuk me­lakukan penangkapan dan penahanan. Selain itu, masih be­lum bisa diuji kelayakan alasan seseorang yang ditetapkan menjadi tersangka atau hanya menjadi saksi.
Perbaikan tata cara pe­nyi­di-kan, terutama dalam menetap­kan tersangka atau mela­ku­kan penahanan, standar­nya harus dikaji ulang. Harus ada ar­gu­men yang kebenarannya da-pat diuji terlebih dahulu oleh pengadilan, meskipun belum ada aturan mainnya. Ini penting, agar segala macam tu­duhan rekayasa atau pengondisian ketika seseorang diperiksa de­ngan iming-iming atau de­ngan tekanan, dapat ditepis se­ca­ra baik, bahkan ketika ditet­ap­kan menjadi saksi atau tersangka dapat diuji kebenarannya.
Pemberitaan penyidikan kasus Bibit S Rianto-Chandra M Hamzah dan kasus Antasari Azhar ini, seharusnya dijadikan tonggak untuk memulai peru­bahan dan perbaikan dalam melakukan penyidikan. Jangan dibiarkan waktu terbuang. Pe­lajaran dari kedua kasus ini terlalu mahal, karena dapat menghilangkan kepercayaan masyarakat.
Salah satu cara memulai per­baikan penyidikan itu dapat di­lakukan dengan transparansi pe­nyidikan. Penyidikan dengan cara seperti ini harus dimulai se-karang. Perubahan itu harus di­la­kukan sekarang. Ini adalah mo­mentum untuk para pe­nyi­dik memperbaiki proses pe­nyi­di­kan yang sudah menjadi pa­ten.

Penulis adalah advokat dan staf pengajar FH Universitas Al-Azhar Indonesia.

Tidak ada komentar: