Jumat, 10 September 2010

Gubernur BI dan Kasus Century

Sinar Harapan, Senin, 14 September 2009 13:55
Gubernur BI dan Kasus Century

OLEH: MAQDIR ISMAIL

Dalam Pasal 45 Un­dang-Undang Bank Indonesia, Gubernur, Deputi Gubernur dan atau pejabat Bank Indonesia tidak dapat dihukum, karena telah mengambil kebijakan atau keputusan yang sejalan dengan tugas dan wewenangnya, sepanjang dilakukan dengan iktikad baik.

Dinyatakan pula dalam Pasal 8, bahwa yang menjadi tugas Bank Indonesia itu antara lain menetapkan dan melaksanakan kebijakan mo­neter; mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, juga mengatur dan mengawasi Bank.
Kalau kebijakan Bank Indonesia dalam melakukan pengawasan terhadap Bank Century yang dianggap “ada kejahatan” dihubungkan de­ngan kedua ketentuan ini, maka secara tegas dapat dikatakan bahwa Gubernur, Deputi Gubernur dan atau pejabat Bank Indonesia tidak dapat dihukum dalam melakukan pengawasan. Bahkan dalam melakukan bail out terhadap Bank Century, sepanjang semua itu dilakukan dengan iktikad baik.
Apalagi, surat kabar memberitakan bahwa pengawasan Bank Indonesia sudah dilakukan secara patut dan bail out dilakukan karena khawatir bahwa bank lain akan terkena dampak sistemik karena tekanan krisis global.
Artinya, yang harus dibuktikan untuk dapat menghukum Gubernur, Deputi Gubernur dan atau pejabat Bank Indonesia dalam melakukan pengawasan dan bail out terhadap Bank Century adalah ada atau tidaknya iktikad baik dalam mengambil kebijakan itu.
Dengan mengambil contoh Keputusan Rapat Dewan Gubernur tanggal 3 Juni 2003 dan tanggal 22 juli 2003 dalam kasus Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah dan para Deputi Gubernur serta Oey Hoey Tiong dan Rusli Simandjuntak berhubungan dengan penggunaan uang YPPI sebesar Rp 100 miliar, sebenarnya tidak ada yang salah dalam isinya. Tidak ada iktikad buruk yang muncul dalam kedua keputusan tersebut. Apa yang dilakukan telah sesuai dengan tugas dan wewenang mereka.
Namun, terbukti di hadapan persidangan bahwa pelaksanaan “kegiatan dalam rangka membina hubungan sosial kemasyarakatan” itu dilakukan dengan cara me­nyimpang.
Uang sebesar Rp 100 mi­liar yang diputuskan untuk kegiatan sosial kemasyarakatan tersebut ternyata digunakan sebagai pinjaman mantan Gubernur Bank Indonesia dan Direksi Bank Indonesia, serta digunakan juga sebagai gratifikasi kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam “menyelesaikan” BLBI antara pemerintah dan Bank Indonesia dan amendemen Undang-Undang Bank Indonesia.
Bahkan, dana sebesar Rp 3 miliar sempat “disimpan” selama hampir lima tahun oleh pejabat Bank Indonesia.
Kalau memang masyarakat dan atau pengamat serta Badan Pemeriksa Keuangan mencurigai penga­wasan Bank Indonesia tidak dilakukan dengan cara yang patut, lalu usulan kepada pemerintah untuk melakukan bail out tersebut terjadi hanky-panky, maka ini yang harus dicari buktinya.

Hampir Mustahil
Untuk mencari adanya aliran dana dari Bank Century ke oknum Bank Indonesia dalam soal pengawasan atau lahirnya usulan untuk melakukan bail out kepada pemerintah adalah hampir mustahil. Kecuali ada yang mau membuat penga­kuan telah menerima aliran dana yang cukup signifikan.
Siapa pun yang membayarnya, deposan besar atau juga pemegang saham kecil. Itu akan mudah untuk membuktikan jika pengambil kebijakan memutus kebijakan karena adanya pemberian atau janji-janji.
Jika ini yang terjadi, maka pengambil kebijakan itu secara kasat mata telah menerima suap atau paling kurang gratifikasi.
Niat untuk menjerat Gubernur Bank Indonesia atau para Deputi Gubernur Bank Indonesia serta pejabat Bank Indonesia karena diduga telah melakukan perbuatan melanggar hukum, berhubungan de­ngan pelaksanaan tugas mereka dalam bidang pengawasan dan bail out Bank Century, menurut undang-undang bukan hal yang mudah.
Khusus untuk anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia, menurut Pasal 49 Undang-Undang Bank Indonesia, untuk dapat di­mintai keterangan dan penyidikan harus terlebih dahulu mendapat izin dari Presiden.
Jadi tidak mudah untuk menjerat Gubernur Bank Indonesia atau pejabat Bank Indonesia seperti dianggap banyak komentator. Ini akan memerlukan waktu bertahun-tahun.
Bahkan, ini bisa jauh panggang dari api. Pengalaman orang-orang Bank Indonesia menghadapi kerasnya kasus dana YPPI telah memberikan pelajaran yang banyak bagi Bank Indonesia.
Mencoba untuk menjadikan kasus ini menjadi kasus pidana memang tidak ada salahnya, tetapi berharap masalah ini akan segera melahirkan tersangka baru dan akan berpengaruh terhadap susunan pemerintahan yang akan datang, sepertinya akan menjadi harapan kosong. Bagaikan punguk merindukan bulan.n

Penulis adalah anggota staf pengajar FH Universitas Al Azhar Indonesia.

Tidak ada komentar: